Mengangkasa bersama Adikarya Nuswantara, Beri Aku Cerita yang Tak Biasa
Menelusuri jejak-jejak budaya di Indonesia selalu menarik bagi banyak orang. Menikmati tarian-tarian daerah maupun menyaksikan prosesi acara pernikahan secara adat sering membuat saya berdebar-debar antusias. Bukan sebuah hiperbola, tapi memang begitulah aura yang timbul dari setiap peragaan kebudayaan menurut saya.
Orang yang tidak mengetahui sejarah, asal usul, dan budaya masa lalunya seperti pohon tanpa akar.
Marcus Garvey
Budaya adalah warisan leluhur yang harus kita jaga, sesuatu yang membentuk kepribadian kita sebagai sebuah bangsa. Budaya tak hanya sekadar kebiasaan, namun penuh filosofi, kebijaksanaan, dan nilai-nilai luhur di dalamnya. Itulah kenapa, sudah menjadi kewajiban kita untuk meneruskan jejak-jejak budaya ini pada anak cucu kelak.
Jumat malam, 7 Oktober 2022, sebuah kesempatan pun datang. Saya bergabung dalam webinar yang bertema “Menerbangkan Adikarya Nuswantara dalam Bingkai Cerita yang Tak Biasa”. Kali ini 28 penulis, yang tergabung dalam Elang Biru, berhasil mengangkasa bersama sebuah buku antologi prosa budaya berjudul “Beri Aku Cerita yang Tak Biasa”. Digawangi oleh komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) yang berkolaborasi bersama Elang Nuswantara, acara ini menghadirkan 3 narasumber yang menginspirasi.
Seluk Beluk Menulis Karya Fiksi
Hadirnya buku “Beri Aku Cerita yang Tak Biasa” tentu tak semudah membalikkan telapak tangan. Mbak Widyanti Yuliandari, atau akrab dipanggil Mbak Wid, seorang blogger senior yang sudah malang melintang di dunia kepenulisan sekaligus merangkap ketua komunitas IIDN, mulai membagikan pengalamannya di awal. Menceritakan bagaimana seorang penulis dengan karya-karya non fiksi selama belasan tahun akhirnya sukses menghadapi tantangan dan membuahkan karya fiksi. Mbak Wid pun bergabung dalam barisan elang biru.
“Karya fiksi ini ibaratnya sebuah panggilan untuk saya menceritakan sebuah warisan budaya.”
Widyanti Yuliandari
Beberapa kekhawatiran dan ketakutan tentu hadir saat menulis ujarnya. Beliau bahkan sempat meragukan kemampuan diri. Akankah ia sanggup menghasilkan sebuah karya yang menarik. Namun akhirnya keraguan ini terjawab dengan baik melalui cerita yang berjudul “Dari Taneyan Lanjhang Menuju Wageningen”. Mengisahkan kehidupan, konflik, dan asmara yang berlatar masyarakat Madura, sekitar daerah tapal kuda, Jawa Timur.
Beberapa mitos terkait penulisan karya fiksi pun dibagikannya dalam webinar ini. Saat banyak orang beranggapan bahwa untuk menulis fiksi seseorang harus pandai berkhayal dan berbakat, sebagian lainnya berpikir bahwa menulis fiksi itu gampang atau mudah. Hal-hal tersebut lalu ditepis dengan beberapa tips nyata menulis fiksi dari Mbak Wid di bawah. Sebagai penulis, kita diajak untuk:
- Banyak membaca karya-karya fiksi.
- Belajar melepaskan ekspektasi.
- Gunakan setting yang mudah untuk dibayangkan.
- Manfaatkan bantuan video, film, dan lainnya.
- Dan yang terakhir namun terpenting adalah memohon bantuan kepada Sang Pencipta.
IIDN sebagai wadah para penulis perempuan di Indonesia memang memiliki banyak agenda yang memberdayakan. Tak hanya tentang sharing kepenulisan, IIDN juga memiliki kelas-kelas menulis, partnership dengan berbagai lembaga (kementrian, NGO, dan komersial), event-event blogger, dan penulisan buku.
Sesi Berbagi oleh Bu’e Kirana Kejora
Narasumber kedua dalam webinar kali ini adalah bu’e Kirana Kejora. Seorang sastrawan Indonesia, novelis senior yang beberapa karyanya telah difilmkan, sekaligus perintis komunitas Elang Nuswantara. Luar biasa bukan?
Di webinar ini, bu’e menceritakan sekilas latar belakang dan harapan atas komunitas Elang Nuswantara yang didirikannya. Dengan moto “Menerbangkan karya, membuanakan jiwa tanpa ketaksaan”, para penulis di Elang Nuswantara disebutnya sebagai pengkhayal yang selalu didasari dengan data.
Semua penulis fiksi harus based on data. Novel Dan Brown itu keren karena berdasarkan data.
Kirana Kejora
Beliau lalu memberikan paparan lebih lanjut perihal perbedaan karya fiksi dan non fiksi. Begitu juga dengan terminologi budaya. Apa saja definisi dan latar belakang budaya. Para leluhur kita dulu mewariskan budaya tidak dengan main-main ujarnya. Pakaian dan semua yang melekat di tubuh selalu hadir dengan pesan, penuh filosofi.
Tak lupa beberapa tips hadir dari bu’e, menjelaskan bahwa cerita yang bagus dan kuat selalu hadir melalui 4 hal di bawah:
- Percintaan – Tak melulu tentang cinta sepasang kekasih, cinta antara ibu dan anak pun termasuk dalam elemen ini.
- Keluarga – Hubungan keluarga selalu menjadi hal yang menarik untuk dilibatkan dalam sebuah cerita.
- Sang Maha – Tuhan adalah elemen penting yang harus hadir dalam setiap hal.
- Satir – Elemen ini adalah hal yang akan menyindir, mengajak, menyinggung pembaca mengenai pesan yang hadir dalam cerita.
Sesi kedua ini lalu ditutup dengan menyaksikan 2 cuplikan film yang dibuat berdasarkan novel Kirana Kejora, yakni “Air Mata Terakhir Bunda” dan “Ayah Menyayangi Tanpa Akhir”. Sekilas film ini pun sukses membuat peserta acara kali ini mengharu biru.
Mengupas Budaya Bugis bersama Rahmi C Mangi
Pukul 8 malam, acara pun dilanjutkan bersama narasumber terakhir, Rahmi C Mangi, seorang dokter yang juga menjadi kontributor buku Antologi “Beri Aku Cerita yang Tak Biasa”. Mengangkat budaya Bugis, mbak Rahmi mengupas lebih jauh tentang Mappasikarawa. Sebuah tradisi yang lazim dilakukan dalam rangkaian acara pernikahan masyarakat Bugis.
Mappasikarawa, sebuah acara adat yang menggambarkan sentuhan pertama seorang pengantin pria kepada pengantin wanita setelah acara ijab kabul pernikahan. “Menyentuh dalam hal ini tak hanya dimaknai secara lahiriyah, tetapi juga secara batin,” jelas mbak Rahmi. Bagaimana seorang suami harus mampu menyentuh hati istrinya dalam mengarungi samudra pernikahan.
Melalui tulisannya, mbak Rahmi pun menceritakan bertemunya sepasang suami dan istri dalam prinsip-prinsip pernikahan yang harus dipegang bersama. Kejujuran adalah salah satu hal yang diangkat dan menjadi inti konflik dalam tulisan beliau.
Mengakhiri webinar, beberapa peserta sempat mengajukan pertanyaan pada narasumber. Di antaranya tentang kiat menulis yang lalu dijawab dengan terang benderang oleh bu’e Kirana Kejora. Diawali dengan pencarian ide, menentukan premis, logline atau intisari cerita, hingga proses riset, semua adalah tahapan-tahapan ideal menghasilkan karya yang baik. Tak lupa kalimat atau paragraf pembuka yang mengayun di awal cerita akan turut melengkapi keunikan sebuah karya.
Perkaya Wawasan Budaya Lewat Beri Aku Cerita yang Tak Biasa
Mengikuti webinar kali ini sungguh menarik. Hampir seluruh peserta fokus menyimak paparan para narasumber hingga akhir acara. Mendengar istilah-istilah baru seperti mappasikarawa meyakinkan para peserta seperti saya bahwa buku “Beri Aku Cerita yang Tak Biasa” adalah salah satu sarana sempurna yang dapat memperkaya literasi budaya kita. Oh iya, bagi teman-teman yang ingin memesan buku ini, bisa langsung menghubungi akun instagram Elang Nuswantara dan Ibu-Ibu Doyan Nulis ya.
Kereen benar memang acara ini mba. Beri aku cerita yg tak biasa. Cerita budaya dikemas dalam tulisan fiksi dan oleh para perempuan hebat.
Iya Mbak.. seru ya. Dapat banyak ilmu rasanya kemarin hadir di webinar ini.
Kumpulan prosa budaya yang tersaji dalam antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa ini memang berkualitas ya mbak
Menyajikan budaya dalam cerita yang menarik
Betul Mbak. Memaparkan makna dan nilai-nilai budaya melalui tulisan ya.
Keren banget buku ini, berbagai budaya dapat tersaji dalam sebuah cerita itu bukan hal yang mudah. Hebat pokoknya…
Iya Mbak.. kerennn..
Saya enggak ikutan acaranya, tapi baca liputannya di sini jadi tahu, menarik sekali buku “Beri Aku Cerita yang Tak Biasa” . Penulis-penulis hebat di baliknya dan setuju jika ini adalah salah satu sarana sempurna yang dapat memperkaya literasi budaya kita.
Betul Mbak, rasanya dengan baca buku ini, pengetahuan akan budaya mesti bertambah..
Penasaran saya dengan bukunya ingin membelinya, isinya perempuan-perempuan hebat ya pastinya, semoga suatu hari bisa gabung dengan perempuan-perempuan hebat ini
Seru banget acara sebenarnya, aku juga lagi kesulitan nulis cerita fiksi gara2 bikin artikel mulu wkwkk. Bener juga emang harus banyak baca tulisan fiksi juga. Wajib baca buku inii
Setuju sekali kak Orang yang tidak mengetahui sejarah, asal usul, dan budaya masa lalunya seperti pohon tanpa akar ya.
Aakkkkk, seru banget ya Mbak acara ini. 😆👍Banyak sekali ilmu narasumber yg sungguh ciamiikkkk😶 Berkarya lewat tulisan dalam artian sesungguhnya sambil melestarikan budaya bangsa. Sangat menginspirasiiii buangettttt 😍
Wait, mappasikarawa itu istilah bugis, wah ini bener-benar menarik. Menurutku sekarang makin jarang banget yang nulis tentang budaya, jd ini tuh kayak sesuatu yang mesti terus dilakukan sih. Masyaa Allah.
Proficiat IIDN! Komunitas yang paling aktif dengan program-programnya. Selamat atas peluncuran buku bertema budayanya.
Keren bangett acaranya mbaa, aku sampai ikut penasaran jugaa.
Selamat untuk teman2 penulis baik dari IIDN maupun dari Elang Biru, kalian kereeen
acaranya keren ya mbak, saya sampai terpesona, banyak insight yang diperoleh setelah mengikuti webinar ini. apalagi setelah melihat monolog yang disajikan saat acara, saya semakin penasaran dengan isi bukunya
Keren banget bisa menyatukan budaya dalam satu karya. Salut buat IIDN dan buk’e Kirana Kejora
Wah seru ya. Webinar dan bukunya. Aku tim yang sampai hari ini jaga jarak dengan fiksi. Soalnya ga bisa,wkwkwk
Bagus nih, latar belakang budaya negeri sendiri bakalan menarik untuk dibaca. Biasanya kan pada ambil setting luar negeri tuh, padahal negeri kita sendiri tak kalah cantiknya untuk dipamerkan dalam kisah fiksi.
Sajian kisah Beri Aku Cerita yang Tak Biasa ini cocok banget diangkat dalam sebuah sineas yaa..
Karena sangat mengedukasi dan bisa dinikmati berbagai lapisan usia dan menjadi kajian apik dalam membahas berbagai sisi
Jadi kepo nih mau baca isi bukunya secara langsung pastinya bagus banget ya kak cuss mau langsung order
wah terimakasih tips menulis fiksi nya yaa.. mba wid kalau memberi tips tuk aplikatif, bisa kita cobain ^^ bagus ini webinarnya, penasaran juga denga isi bukunya