Ketika Waktu Telah Habis
Berulang kali saya mendengar kabar tentang berpulangnya orang-orang terdekat ke Rahmatullah, setiap waktu itu juga air mata jatuh bercucuran. Nyatanya kehilangan seseorang dan terpisah karena alam yang telah berbeda akan selalu terasa berat. Luka di hati membekas lebih lama dibanding luka-luka lain. Dunia tak lagi terasa sama.
Beberapa pekan lalu, Pak Doli, seorang yang telah dipercaya oleh keluarga saya sejak puluhan tahun untuk beberapa urusan di rumah, tiba-tiba wafat. Beliau jatuh sakit di hari ahad, masuk IGD (Instansi Gawat Darurat) dalam keadaan tak lagi sadar, hingga akhirnya berpulang di hari Jumat siang pekan berikutnya.
Beliau orang baik, hanya itu yang ada di pikiran saya. Berbondong-bondong orang yang takziah ke rumah almarhum adalah salah satu bukti bahwa beliau memang orang yang baik. Panjatan doa, ucapan belasungkawa pada keluarga terus mengalir hingga malam hari. Semua merasa kehilangan dan memiliki cerita kenangan tersendiri dengan beliau.
Waktu Pernah Berhenti Sesaat
Saya kemudian teringat kembali pada kenangan 20 tahun silam. Waktu pernah berhenti saat Bapak berpulang ke Rahmatullah. Sosok panutan, pelindung, dan penyayang yang selalu hadir di setiap fase kehidupan saya sejak lahir hingga dewasa, tiba-tiba hilang keberadaannya. Bapak tidak ada lagi di sekitar kami, di sekitar saya. Ya, waktu kami bersama beliau telah usai.
Begitu pula masa yang rasanya ikut terhenti memaksa saya untuk ikhlas dengan kepergian beliau. Masih teringat jelas rasanya bagaimana saya dan keluarga mengantarkan beliau untuk pulang ke Rahmatullah. Sebuah perasaan sedih, berat, hingga bingung hadir di dalam hati. Rasanya walau dunia di sekitar terlihat tetap hingar bingar dengan kesibukannya, namun perasaan saya sungguh hampa. Kosong, hampa, seperti kehilangan arah.
Berulang kali saya menangis tersedu. Entah karena perasaan sedih yang tak tertahankan atau justru mengkhawatirkan nasib diri sendiri yang masih harus melanjutkan misi di atas bumi. Dan tiap kali itu juga saya, ibunda, kakak, dan adik saling menguatkan untuk terus menjalani kehidupan.
Kematian adalah Pengingat
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.
(QS. Al Ankabut: 57)
Walaupun manusia berulang kali diingatkan, tapi tetap saja kebanyakan dari kita terlena oleh dunia. Sibuk mengejar pencapaian atau target dunia hingga lupa apa tujuan kita diciptakan, untuk beribadah kepada ALLAH Subhanahu wa Ta’ala.
Dan setiap kali kenyataan akan kematian menampar, baru kemudian kita tersadar bahwa tak ada lagi artinya sibuk bersaing, rasa iri, dengki, dan sombong di bumi ini. Toh, pada akhirnya semua akan pulang ke kampung akhirat dan hanya ridho ALLAH lah yang kita cari dalam perjalanan ini.
Kematian menjadi pengingat terbaik. Beberapa keutamaan ingat dengan kematian adalah agar kita lebih semangat beribadah, beramal saleh, dan menjauhi hal-hal buruk yang tak disukai Sang Pencipta Alam Raya. Dengan menyaksikan kematian yang ada di sekitar, manusia baru akan tersadar, bahwa tidak ada manfaatnya merasa besar kepala. Karena ketika jasad masuk ke dalam liang kubur, tak ada satu pun atribut dunia yang dibawa oleh seorang manusia. Hanya 3 hal yang bisa membantu diri kemudian, yakni amal kebaikan, anak yang saleh, dan amal jariyah. Dan tentu harapan akan syafaat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam terus di hati.
Apa yang Harus Dilakukan Ketika Waktu Telah Habis
Saat waktu telah habis untuk kita bisa bersama dengan orang-orang yang kita sayangi, pada akhirnya tak ada lagi yang dapat kita lakukan. Hanya doa yang bisa kita panjatkan, melanjutkan kebaikan beliau-beliau yang telah tiada, dan terus hidup dengan semangat menjadi pribadi yang lebih baik. Terdengar klise? Tapi memang seperti itulah adanya. Karena air mata yang mengalir sederas sungai pun tak akan membawa mereka kembali ke dunia ini. Dan kita semua yang telah ditinggalkan tetap memiliki kewajiban untuk menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. Memanfaatkan waktu dengan orang-orang tersayang yang ada di sekitar kita dengan maksimal.
Lanjutkan terus perjalanan. Melangkah maju ke depan. Selesaikan misi-misi kehidupan. Yakin bahwa kelak saat kita pun kembali ke Rahmatullah, kita akan dikumpulkan kembali bersama beliau-beliau yang kita sayangi. InsyaAllah.
Baca Juga: Menua dengan Bahagia, Bagaimana Caranya?